Puisi-Puisi Pilihan Chairil Anwar (In Memories)

AKU

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak sekita kan merayu
Tidak termasuk kau

Tak perlu sedu se itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943

KRAWANG-BEKASI

Kami kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" angkat senjata lagi.
Tapi siapakah tidak pula mendengar deru kami,
terba kami maju mendegap jiwa ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dpunyarasa hampa jam dinding berdetak
Kami mati muda. tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi merupakan kepunyaanmu
Kaulah pula tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami mela untuk kemerdekaan kemenangan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak pula bisa berkata
Kaulah sekarang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika punyarasa hampa jam dinding berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan impian

Kenang, kenanglah kami
tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(1948)
Brawidjaja,

TERAMPAS PUTUS

kelam angin lalu mempesiang diriku,
menggigir termasuk ruang di mana dia kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai termasuk deru dingin

aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
aku bisa pula lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan bergerak lantang

tubuhku diam sendiri, cerita peristiwa berlalu beku

1949

CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946

SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat: Sri Ajati

Ini kali tidak punya mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, ppunyacerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tipunyaberlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Punyatermasuk kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
kini tanah air tidur hilang ombak.

Tipunyalagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946

MALAM DI PEGUNUNGAN

Aku berpikir: Bulan inikah membikin dingin,
Jadi pucat rumah kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, punyabocah cilik main kejaran dengan bayangan!

1947

Catatan : Puisi Pegunungan sepertinya masih punyakelanjutannya, ini merupakan puisi terakhir beliau sebelum wafat.

Chairil Anwar memang sangat populer di zamannya, bahkan sampai sekarang karyanya masih dijadikan sebagai acuan sastra.

Labels: ,

Back to Home

 

Testimonial: